Jangan Beli Rumah Over Kredit Selain dari Pemilik Pertama

Jangan beli rumah over kredit selain dari pemilik pertama. Itulah pengalaman yang akan saya bagikan kali ini. Seperti yang kita ketahui over kredit adalah pengalihan hak atas sebidang tanah dan bangunan yang masih terikat KPR di bank. Nah, mengapa over kredit itu harus dilakukan dengan pemilik pertama saja?



Begini ceritanya. Sekitar Juli 2012, salah seorang kawan memutuskan untuk membeli rumah secara over kredit di daerah Legok, Tangerang. Harga over kredit relatif murah untuk ukuran rumah di daerah tersebut dengan KPR yang sudah berjalan 2 tahun. Setahun kemudian teman saya memutuskan untuk menutup pokok utang di bank. Setelah dilunasi dan berniat mengambil sertifikat rumah kepada pihak bank ternyata ditolak dengan alasan hanya pemilik pertama saja yang berhak mengambil sertifikat. Waduh, kacau ini!!! Dengan berbagai dalil pihak bank tetap bersikukuh bahwa kawan saya ini tidak berhak mengambil sertifikat.

Usut punya usut, ternyata kawan saya membeli rumah tersebut dari pemilik kedua yang terlebih dahulu membeli secara over kredit dari pemilik pertama (yang namanya tercatat sebagai debitur di bank). Jadi, telah terjadi dua kali proses pengikatan jual beli yaitu antara pemilik pertama dengan pembeli (pemilik kedua) dan antara pemilik kedua dengan kawan saya. Karena over kredit melalui notaris maka segala dokumen yang berkenaan dengan KPR masih atas nama pemilik pertama.


Dari sini permasalahan mulai jelas. Sebetulnya, jika proses over kredit itu hanya sekali maka transaksi itu tidak akan bermasalah. Dalam pengikatan jual beli, notaris pasti telah membuatkan surat kuasa pengambilan sertifikat kepada pemilik kedua dengan acuan pengikatan jual beli dengan pemilik pertama. Permasalahannya, kawan saya hanya memiliki dokumen pengikatan jual beli dengan pemilik kedua dan surat kuasa pengambilan sertifikat. Ternyata dalam perjanjian kredit juga dibunyikan bahwa "debitur (pemilik pertama) tidak behak menjual rumah sebelum melunasi biaya kpr dengan bank" . Menurut pihak bank, pengambilan sertifkat juga hanya boleh dilakukan oleh debitur atau orang yang diberi kuasa oleh debitur.


Setelah negosiasi yang alot akhirnya pihak bank sedikit memberi kelonggaran agar sertifikat tersebut diambil oleh pemilik kedua yang diberi kuasa oleh pemilik pertama. Untung saja, pemilik kedua adalah warga perumahan yang hanya berbeda blok dan masih menetap di situ. Bagaimana jika kawan saya tidak kenal atau tidak punya data pemilik kedua? Ribet Gan....

Baca Juga